JAKARTA, Cybernewsnasional.com – Pemerintah dinilai tidak perlu membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional seperti yang dijanjikan Presiden Prabowo pada peringatan MayDay 1 Mei 2025 di Monas, jika tidak disertai dengan political will yang nyata dan kemauan berdialog dengan pekerja dan serikat buruh.
Hal tersebut ditegaskan oleh pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar dalam Catatan Pagi-nya, Jumat (3/5). Ia menilai pembentukan dewan tersebut hanya akan menjadi legitimasi semu dari kegagalan pemerintah dalam menyejahterakan buruh.
“Pemerintah selama ini sudah tahu cara mensejahterakan buruh, namun tidak mau menjalankan karena lebih berpihak pada oligarki. Jargon pembukaan lapangan kerja di UU Cipta Kerja pun nyatanya tidak mampu menyerap 4 juta angkatan kerja baru tiap tahunnya,” tegas Timboel.
Ia juga mengkritisi lemahnya pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan, serta rendahnya alokasi anggaran, terlebih dengan adanya Inpres No. 1 Tahun 2025 yang memangkas anggaran Kementerian Ketenagakerjaan. Hal ini justru semakin menjauhkan buruh dari kesejahteraan yang dijanjikan konstitusi dan undang-undang.
Dalam catatannya, Timboel menyebut bahwa berbagai regulasi justru menjauhkan buruh dari hak-haknya, termasuk mandeknya revisi PP 35 Tahun 2021 yang menyebabkan praktik outsourcing terus merajalela, bahkan memicu PHK massal di sektor strategis.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti absennya perhatian serius pemerintah terhadap pekerja informal dan pekerja migran. Janji pemerintahan sebelumnya untuk memberikan perlindungan sosial seperti Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi pekerja informal miskin belum juga dijalankan hingga hari ini.
Ia pun menilai bahwa Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional tidak akan membawa perubahan signifikan tanpa komitmen politik pemerintah. “Kalau hanya jadi formalitas untuk seolah-olah mendengarkan buruh, lebih baik dibatalkan. Fokus saja perkuat LKS Tripartit Nasional dan Daerah yang sudah ada,” ujarnya.
Timboel berharap, pasca peringatan MayDay 2025 ini, Pemerintah benar-benar membuka ruang dialog dengan seluruh elemen buruh, termasuk pekerja informal dan migran. “Sudah saatnya pemerintah lebih ramah terhadap buruh, bukan hanya dalam kata, tapi dalam kebijakan yang nyata,” pungkasnya.
***(Red)***