Tangerang, MCNN – Aksi Masyarakat Kecamatan Pinang Kota Tangerang yang diikuti ratusan massa menuju Pengadilan Negeri Kota Tangerang untuk menuntut hak masyarakat terhadap tanah Kunciran Jaya seluas 45 hektar pada tanggal 7 Agustus 2020.
Adapun maraknya penolakan atas eksekusi tersebut berasal dari beberapa kejanggalan yang sangat menonjol dari sejak awal pergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.
Perkara berawal dari para ahli waris Mix Darmawan (pengugat) yang mengajukan gugatan kepada NV. LOA dan Co.(tergugat) dimana para pihak sepakat berdamai dan meminta eksekusi lahan akta perdamaian. Padahal secara nyata dan jelas di atas lahan objek eksekusi seluas 45 Ha, 15 Ha diantaranya termasuk penguasa dan kepemilikan secara legal.
Sebelum perkara ini bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang, diketahui juga bahwa para ahli waris Mix Darmawan pernah melakukan klasifikasi di Kantor Pertanahan Kota Tangerang. para ahli waris sempat menunjukkan bukti kepemilikan atas dasar girik, lalu dasar hak milik mereka sempat berubah lagi menjadi surat dari keresidenan Banten.
Para hakim di PN Tangerang yang memeriksa dan terlibat dalam pengurusan perkara ini secara jelas menyalahi atas hukum kebebasan berkontrak dan asas kepribadian yang terkandung di dalam pasal 1315 KUHP perdana dan asas kepribadian dalam pasal 1340 KUHP perbada.
Serta telah mengangkangi pasal 28 ayat 2 permana No 1 Tahun 2016 tentang mediasi mengatur pasal ini menegaskan fungsi dan kewenangan tidak ada dan tiada akan mungkin ada pihak ketiga yang dirugikan, dan perdamaian harus mampu melaksanakan.
Lebih lanjut ketua pengadilan telah menyalahi teknis eksekusi di Pengadilan Negeri oleh Badilum tahun 2016 dengan tidak melakukan konstering terlebih dahulu.
Pelangaran Kode etik oleh Hakim
Secara jelas para hakim di PN Tangerang yang terlibat dalam penanganan perkara hingga eksekusi patut diduga melakukan pelanggaran kode etik terkait asas profesinalitas yang tercantum dalam keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan ketua komisi Yudisial RI 047 / Kma/ Skb /IV /2009 /02/p.ky/Iv/2009 tentang kode etik dan pedoman perilaku Hakim.
Pembiaran tindakan sewenang-wenangan oleh pemerintah setempat bahwa hingga saat ini pemerintah daerah dalam hal ini Lurah Kunciran Jaya, Lurah Cipete dan Camat Pinang telah lalai dalam membela dan mempertahankan hak warganya.
Dimana pihak kelurahan dan /atau kecamatan harusnya hadir menjadi mediator di antara Darmawan dan warga masyarakat Cipete Kunciran Jaya demi memperjelas duduk permasalahan eksekusi ini.
Inti permasalahan, bahwa warga masyarakat Cipete Kunciran Jaya tidak pernah dilibatkan dan tidak tahu menahu terkait perkara Darmawan dan Ny. Loa di PN Tangerang. Namun anehnya hasil kesepakatan di antara mereka malah mengeksekusi juga lahan yang termasuk dimiliki oleh warga masyarakat Kelurahan Cipete Kunciran Jaya.
Lebih aneh lagi hal ini mereka lakukan dengan menggunakan 9 SHGB bodong yang malahan disetujui oleh para hakim di PN Tangerang dengan car yang melanggar atau bertentangan dengan hukum.
Bahkan tindakan ilegal seperti itu malah dibiarkan oleh Lurah Kunciran Jaya, Lurah Cipete dan Camat Pinang Pemerintah daerah seolah telah menutup mata atas penderitaan warga.
Oleh karena itu warga terdampak Kelurahan Cipete dan Kunciran Jaya membentuk paguyuban dan Advokasi untuk memperjuangkan hak mereka, sehingga semua pihak dapat bergandengan tangan untuk melawan bentuk bentuk praktek praktek mafia tanah mafia peradilan dan mafia pemerintah.
(Ind)