PURWOREJO, MCNN – Program tahunan milik Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Salahsatu warga, Supariyo (63) yang tinggal di RT 01, RW 03 No. 6, Sutogaten, Pituruh, Purworejo, miris dengan digagalkan mendapatkan program “Bedah Rumah”.
Pasalnya, dimana program bedah rumah dari pemerintah mencapai bantuan dana hingga Rp. 35 juta untuk memperbaiki hunian pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), masih ada rumah warga yang tak layak huni dan hampir rubuh karena kayu- kayu rumah sudah rapuh dimakan rayap.
Dirinya mengaku, sempat ditawarkan oleh Desa Pituruh melalui Kadus Tumingan, untuk mendapat Bantuan Bedah Rumah. Namun ditolaknya lantaran bantuan tersebut dalam bentuk bahan bangunan material sebesar Rp. 12.500.000,- dan jasa tukang sebesar Rp. 2.500.000,- dan sisah kekurangan dirinya disarankan untuk menggadaikan surat-surat rumah.
“Saya dan anak- anak menolak, karena uang bantuan itu harus dipakai untuk membangun satu rumah utuh dan bila kurang sisanya kami yang nomboki perbaikan rumahnya. Kami tidak ada apa-apa yang dapat kami jual, hanya memiliki Sertipikat Hak Milik (SHM) dan disuruh di jaminkan ke bank untuk nambahkan kekurangan bedah rumah saya, saya mana sanggup mencicilnya,” keluhnya, saat ditemui di rumahnya, Sabtu (3/10/2020).
Disisi lain, Siswanto sebagai anak tertua pun mengeluhkan atas saran yang ditawarkan untuk menggadaikan SHM rumahnya. Dirinya mengaku, pekerjaanya saat ini hanya bisa membantu untuk kebutuhan sehari-hari.
“Kami bayar pakai apa Pak, cicilannya nanti, sedangkan saya kerja jadi OB di Puskesmas Pituruh hanya gaji pas untuk hari hari makan,” terang Siswanto.
Sebagai Kepala Keluarga, Supariyo sudah menempati gubug tersebut dari tahun 1989, bersama Istrinya Warsi (57) dan ke empat orang anaknya.
Warsih pun lebih memilih tinggal seadanya, dan menaruh kekhawatiran jika harus rela menggadaikan rumahnya ke bank. “Kami lebih baik rumah seperti ini Pak, dari pada kami kaga sanggup bayar hutang dan rumah kami di sita, maka itu kami menolak dan bantuan itu uang dari mana kami untuk nomboki kekurangannya,” tungkasnya.
Pihak keluarga menolak atas bantuan desa yang ditawarkan, dengan alasan bantuan tersebut terkesan dipaksakan dan rumah harus jadi walau dengan bantuan yang sangat minim. Dan mereka lebih ikhlas tinggal ditempat itu, akan tetapi tidak mempunyai beban hidup.
Dilain pihak, Kadus Sutogaten Pituruh Tumingan membenarkan atas pengalihan bantuan bedah rumah yang diberikan kepada keluarga Supariyo. Dirinya mengaku, pihak penerima bantuan menolak lantaran tidak ada biaya untuk menambahkan biaya renovasi.
“Memang benar ada bantuan bedah rumah dari desa, terpilih adalah Supariyo tetapi ditolak, karena memang bila warga yang terpilih dibantu tidak dapat menomboki sisanya untuk bedah rumahnya sendiri, maka di batalkan dan di alihkan ke warga lain yang mau dan dapat menomboki bedah rumahnya pakai uang pribadi dan harus menjadi rumah utuh agar dapat saya pertangyung jawabkan kepada desa,” tandasnya.
Sedangkan, pengakuan Ketua RT. 01, Sutogaten, Desa Pituruh Mardi menjelaskan, bahwa seharusnya Program bedah Rumah dapat dipakai untuk renovasi dan tidak harus membongkar keseluruhan bentuk rumah jika memang anggaran tersebut minim, dan dapat disikapi bantuan material yang digunakan untuk memperbaiki rumah yang rusak.
“Harusnya sih jika memang anggaran tersebut minim dapat disikapi bantuan material yang digunakan untuk memperbaiki rumah, jadi tidak harus seluruhnya dibongkar, apalagi harus nombok pake anggaran pribadi,” jelasnya.(red)