JAKARTA, Cybernewsnasional.com — Sejarah penggunaan Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam keperawatan telah berkembang selama empat dekade terakhir.
Dimulai sejak tahun 1985 yang digunakan sebagai dukungan sistem keputusan klinis hingga aplikasi AI dalam penjadwalan perawat, teknologi ini terus berkembang dan menunjukkan potensinya dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (von Gerich et al., 2022).
AI merupakan simulasi kecerdasan manusia dalam mesin seperti komputer atau robot yang diprogram untuk meniru fungsi kognitif manusia dengan pikiran manusia lainnya, seperti pembelajaran dan pemecahan masalah (Lee & Yoon, 2021).
Namun adopsi AI dalam keperawatan dihadapkan pada tantangan seperti kekhawatiran perawat dan kurangnya pemahaman mengenai teknologi ini (Parthasarathy et al., 2018).
Penerapan AI dalam pelayanan kesehatan bertujuan untuk melakukan pencegahan risiko, memberikan dukungan perawatan langsung, dan dukungan pengorganisasian perawatan (Seibert et al., 2021).
Tujuan lain dari penerapan AI yakni untuk mendeteksi risiko jatuh, pencegahan jatuh, dan klasifikasi risiko jatuh. Tujuan lebih lanjut dengan tingkat spesifisitas yang tinggi adalah pengenalan, klasifikasi, pengurangan alarm, prediksi risiko, dan klasifikasi risiko ulkus.
Dari segi manajemen keperawatan, AI sering digunakan untuk mengatasi masalah daftar nama perawat atau penjadwalan (Seibert et al., 2021; von Gerich et al., 2022).
Sampai hari ini, Indonesia belum memiliki regulasi khusus terkait AI. Pada tahun 2020, pemerintah Indonesia merilis Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia (Stranas KA) yang memuat tentang etika dan kebijakan AI, pengembangan talenta AI, serta ekosistem data dan infrastruktur pengembangan AI. Namun, Stranas AI bukanlah dokumen hukum yang mengikat, melainkan hanya arah kebijakan nasional saja.
Terdapat sejumlah peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi AI di Indonesia, misalnya Permenkominfo Nomor 3 Tahun 2021 yang mengatur aspek perizinan bagi pelaku usaha yang memanfaatkan AI. Ada juga UU ITE beserta peraturan turunannya yang mengatur tentang AI dengan terminologi agen elektronik. Ada UU Pelindungan Data Pribadi yang mengatur pemanfaatan AI yang menyangkut pemrosesan data pribadi.
Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga telah mengeluarkan panduan etika pemanfaatan AI bagi pelaku usaha yang tertuang dalam Surat Edaran Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.
Terlepas dari upaya-upaya tersebut, Indonesia tetap membutuhkan regulasi yang secara spesifik menyasar teknologi AI agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara bertanggung jawab sekaligus menciptakan ekosistem yang baik bagi pengembangan teknologi AI.
Hambatan penerapan AI dalam asuhan keperawatan dapat meliputi infrastruktur teknologi, keandalan, presisi, dan validasi data (Amato et al., 2018; Ambagtsheer et al., 2020; Cho et al., 2013; Ye et al., 2020).
Persyaratan yang perlu dipenuhi juga terkait peraturan perlindungan data, kualitas database, kemampuan tenaga kesehatan tentang kapasitas, kemampuan, dan kemauan untuk menghasilkan input data dengan akurasi tinggi (Ambagtsheer et al., 2020).
Tantangan dan hambatan yang dilaporkan menargetkan akurasi pengenalan, integrasi dengan jaringan sensor, privasi, keamanan, interaksi manusia-mesin dan gangguan kognisi pengguna, penerimaan, dan biaya (Al-Shaqi et al., 2016; Krishnan & Pugazhenthi, 2014).
Dalam mengatasi tantangan ini diperlukan pendekatan seimbang yang menempatkan perawatan yang berpusat pada pasien di garis depan dan menegakkan standar etika. Untuk mencapai hal ini, perawat harus berpartisipasi aktif dalam desain, implementasi, dan regulasi teknologi AI, memastikan bahwa teknologi tersebut selaras dengan keahlian klinis dan nilai-nilai yang berpusat pada pasien.
Lebih jauh lagi, pembentukan pedoman dan regulasi yang transparan sangat penting untuk mengatur penggunaan AI yang bertanggung jawab. Selain itu, program pelatihan harus membekali para profesional dengan keterampilan yang diperlukan untuk berkolaborasi secara efektif dengan sistem AI.
Dengan mendorong kolaborasi, transparansi, dan akuntabilitas, kompleksitas integrasi AI dapat dikelola secara efektif, sehingga membuka potensi transformatifnya untuk merevolusi perawatan pasien dan memajukan penemuan pengetahuan di bidang penelitian keperawatan.
Penerapan AI dalam pelayanan keperawatan memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas layanan. AI dapat membantu meningkatkan efisiensi dan akurasi diagnosis, mendukung pengambilan keputusan klinis, serta meningkatkan kualitas perawatan pasien secara keseluruhan. Meskipun demikian, masih terdapat berbagai tantangan yang harus diatasi, seperti isu privasi dan keamanan data, keterbatasan data klinis yang berkualitas, serta kekhawatiran terkait penggantian peran manusia dalam pelayanan keperawatan.
Perawat manajer memiliki peran yang mencakup berbagai aspek penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, terutama dalam penerapan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI).
Hal yang perlu diatur dengan jelas dalam pemanfaatan AI dalam praktik keperawatan:
Pembuatan regulasi/panduan khusus terkait penggunaan AI dalam pelayanan keperawatan mencakup standar keamanan, etika, dan privasi data pasien.
Penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga keperawatan untuk memahami penggunaan AI.
Peningkatan infrastruktur teknologi seperti investasi perangkat keras dan lunak yang mendukung AI hingga memastikan konektivitas digital yang merata di seluruh fasilitas kesehatan.
Pembentukan komite etika untuk mengawasi AI dalam pelayanan keperawatan.
Penerapan AI dalam keperawatan memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Namun, untuk memanfaatkan potensinya secara maksimal, dibutuhkan kolaborasi aktif, regulasi yang spesifik, dan pelatihan yang memadai.
Dengan pendekatan yang terencana, AI dapat merevolusi pelayanan keperawatan, menjadikannya lebih efisien, akurat, dan berpusat pada pasien. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan lebih lanjut di bidang ini untuk memastikan bahwa penerapan AI dalam keperawatan dapat berjalan dengan baik.
SUMBER : Ns. Rahayu Widiastuti, S.Kep
Mahasiswi Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan Universitas Indonesia