JAKARTA. Cybernewsnasional.com – Dugaan pelanggaran perizinan kembali mencoreng wajah tata kelola pembangunan di ibu kota. Sebuah proyek pembangunan lima unit ruko di Jl. Lingkungan 3 No. 47, RT 008/RW 009, Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, diduga hanya memiliki satu Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Padahal, sesuai aturan, setiap unit bangunan wajib memiliki PBG secara terpisah.
Fakta ini diungkap oleh Ketua LSM Jaya, Chaniago, yang selama ini dikenal vokal mengkritisi lemahnya pengawasan oleh instansi teknis pemerintah. “Kami mendapat informasi bahwa hanya satu PBG yang diterbitkan, padahal di lapangan ada lima unit ruko yang sedang dibangun. Ini menjadi pertanyaan besar: di mana pengawasan dari Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (DCKTRP)? Apakah aparat kehilangan nyali menghadapi pelanggaran terbuka seperti ini?” tegas Chaniago, Rabu (16/4/2025).
Ia menambahkan bahwa jika pelanggaran ini terus dibiarkan tanpa tindakan tegas, pihaknya akan mendesak Inspektorat DKI Jakarta untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kinerja dan integritas jajaran DCKTRP. “Jika pembangunan ilegal ini dibiarkan, siapa yang sebenarnya dilindungi? Siapa yang bermain di balik proyek ini?” lanjutnya.
Pembangunan ruko sebagai bangunan komersial tunduk pada aturan yang ketat. Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, setiap bangunan wajib memiliki PBG sesuai peruntukan dan zonasi. Hal ini juga ditegaskan dalam PP No. 16 Tahun 2021 yang mengatur teknis perizinan bangunan. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan, penghentian proyek, pencabutan izin, denda administratif, hingga pidana kurungan.
Tak hanya berdampak pada aspek hukum, pembangunan tanpa izin juga bisa menimbulkan kerugian finansial serta merusak reputasi pengembang maupun instansi pengawas. “Pelanggaran terhadap PBG bukan hanya soal izin administratif, tapi juga menyangkut keselamatan publik dan kredibilitas tata kelola pemerintah,” jelas Chaniago.
Saat dikonfirmasi, Ketua RW setempat, Kiki, membantah keterlibatannya dalam proyek tersebut. “Itu proyek Bang Heri Lubis, bukan saya. Saya hanya menandatangani izin lingkungan. Soal PBG dan pembangunan, tanya langsung saja ke beliau,” ujarnya sambil tertawa.
Namun, ketika wartawan mencoba menghubungi Heri Lubis yang disebut sebagai pelaksana proyek, jawaban yang diberikan terkesan tidak serius. “Kalau mau belajar soal izin, bawa ayam hitam sama jantung pisang ke sini. Gak bakal keluar izin kalau gak sesuai permohonan,” tulis Heri melalui pesan WhatsApp, tanpa memberikan penjelasan teknis terkait perizinan proyek tersebut.
Kasus ini menjadi ujian penting bagi Gubernur DKI Jakarta yang baru menjabat. Jika tidak segera ditindaklanjuti dengan langkah hukum dan administratif yang tegas, maka komitmen terhadap reformasi birokrasi dikhawatirkan hanya akan menjadi slogan kosong. “Ini saatnya Gubernur DKI membuktikan bahwa reformasi bukan sekadar jargon. Oknum di balik praktik manipulatif seperti ini harus ditindak. Jangan biarkan Jakarta dibangun dengan cara-cara kotor,” tutup Chaniago.
Hingga berita ini diturunkan, DCKTRP DKI Jakarta belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di proyek pembangunan ruko Tegal Alur.
( WS )