Ditengah Polemik UU Cipta Kerja, PKB Jadi Solusi Alternatif Dalam Pemenuhan Hak Buruh

Rakernit PUK SP LEM SPSI PT. Garuda Metalindo Tangerang.

Tangerang, CYBERNEWSNASIONAL.COM – Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan aturan yang memuat syarat – syarat kerja bagi pekerja, PKB juga menjelaskan hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja lalu menjadi pedoman penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan antara pihak pekerja dan pihak pengusaha. Dimana satu perusahaan hanya dapat membuat satu PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja di perusahaan tersebut.

Menurut UU 13/2003, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Ketua DPD FSP LEM SPSI Provinsi Banten Dewa Sukma Kelana, SH., M.Kn.

Menyikapi polemik UU Ciptakerja No 11/2020 disertai dinamikanya, dibutuhkan acuan hukum mengikat yang dapat menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) dengan cepat tanpa dibayang – bayangi keraguan dan kekhawatiran kedepanya.

Ketua DPD FSP LEM SPSI Provinsi Banten Dewa Sukma Kelana, SH., M.Kn, di sela-sela memaparkan materi tentang Kedudukan Hukum PKB dan UU didalam Rakernit yang di selenggarakan PUK SP LEM SPSI PT. Garuda Metalindo Tangerang berpendapat, saat ini PKB merupakan alternatif jitu yang dapat dijadikan acuan ketika menyelesaikan masalah hubungan industrial.

Rakernit PUK LEM SPSI PT.Garuda Metalindo Tangerang.

Dewa menjelaskan, ketentuan dalam PKB memang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku, dimana tentu yang dimaksud kualitas dan kuantitas adalah isi PKB tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundangan – undangan dan konsekuensinya dapat dibatalkan demi hukum, jika bertentangan selanjutnya yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Namun isi PKB, tentu diperbolehkan mengatur kewajiban pengusaha atau membayarkan hak – hak buruh lebih baik atau lebih tinggi nilainya dari yang sudah diatur oleh UU. Oleh karenanya PKB dapat dijadikan acuan bahkan solusi alternatif saat ini dalam memenuhi hak – hak buruh, apalagi saat ini menurut pemahaman kami selaku prakatisi ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja tidak lagi miliki kekuatan hukum yang mengikat tidak bisa dijadikan landasan hukum yang pasti, imbuhnya.

Apalagi UU Cipta Kerja sama sekali tak mengubah UU 13/2003 pasal 108, artinya meski UU Cipta Kerja berlaku, tentu tak bisa digunakan perusahaan selama PKB masih berlaku.

Ketentuan mengatur PKB dalam pasal 13 pun tidak diubah dalam UU Cipta Kerja. Tidak ada ketentuannya, permenakernya masih hidup. Jika diubah harus dari pekerja dan pengusaha, artinya UU Cipta Kerja tidak berlaku bagi mereka yang memiliki PKB,” terangnya.

Dewa Menegaskan, yang tidak boleh atau dapat melanggar ketentuan UU, tentu jika PKB dalam pengaturan hak-hak buruh yang harus dibayarkan nilainya lebih rendah dari yang telah ditentukan UU, secara otomatis ketentuan tersebut menjadi batal demi hukum dan yang berlaku adalah yang diatur dalam UU ketenagakerjaan dalam hal ini UU 13/2003 karena UU Cipta Kerja No 11/2020 pasca putusan MK sudah dinyatakan Inkonstitusional (tidak sesuai dengan UUD 1945) ditambah tidak memiliki lagi kekuatan hukum yang mengikat.

Dewa menjelaskan, UU sendiri bertujuan memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya

Karena itu sesungguhnya UU merupakan jaring pengaman manakala masih ada pengusaha nakal atau pengusaha hitam yang mencoba memberikan hak-hak buruh dengan tidak layak. Sesungguhnya selain PKB ada juga PP (Peraturan Perusahaan) yang juga memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja, sama dengan PKB isinyapun tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni tidak boleh lebih rendah kualitas atau kuantitasnya dan apabila ternyata bertentangan, maka yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan, terangnya.

Sama halnya PKB tentu saja PP pun dalam pengaturannya nilai hak-hak atau kesejahteraan buruhnya memberikan lebih tinggi dari UU, namun perusahaan tentu dilarang mengganti PKB dengan PP selama di perusahaa masih berdiri kokoh SP/SBnya. Artinya undang-undang Cipta kerja tidak berlaku bagi pengusaha dan buruh yang telah memiliki PKB/PP apalagi PKB dibuat sebelum UU Cipta Kerja resmi berlaku.

Kekuataan hukum PKB itu tidak bisa diubah oleh UU Ciptaker kecuali oleh pekerja dan pengusahanya itu sendiri, namun jika PKBnya masa berlakunya hanya 2 tahun lalu berakhir, maka perusahaan bisa menegosiasikan kembali PKB untuk memasukan beberapa perundang – undangan Ciptaker sesuai dengan kesepakatan buruh, tetapi kan Ciptaker sudah tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat jadi tetap saja kembali ke UU 13/2002 yang dapat di muat dalam PKB.

Disinilah SP diuji, dibutuhkan kepiawaian kecerdasan SP untuk bernegoisasi dengan pengusaha mempertahankan PKB yang sudah baik berdasarkan UU 13/2003 syukur bisa lebih ditingkatkan lagi atau terbawa arus pengusaha mengikuti UU Ciptaker, ujar dewa yang juga Dosen Hukum Ketenagakerjaan dan Pendiri Dewa Law Firm (Advokat & Konsultan Hukum) ini.

(Angga).