TANGERANG, CYBERNEWSNASIONAL.COM – “Kalaupun Permedikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dianggap premature, maka kita kalau kita ambil analogi anak prematur, anak prematur saja tidak boleh dibunuh. Tetapi harus dipertahankan orangtuanya,” kata Andri S Permana, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Tangerang.
Pernyataan itu disampaikannya saat menjadi narasumber dalam diskusi publik yang digelar BEM FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) publik bertema “Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Solusi?,” di Aula Jenderal Sudirman, Minggu (16/01/2022).
Meski telah disahkan sejak beberapa waktu lalu Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi masih menjadi perbedatan.
Suara pro kontra tetap disampaikan baik oleh mereka yang mendukung maupun menolak. Hal itu yang mendasari BEM FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) menggelar tersebut.
Selain menyampaikan pernyataan diatas, Andri juga menyatakan bahwa semangat yang ada sesungguhnya adalah menjawab permasalahan yang hari ini. kalau pun kalau pun ada hal kontroversi akibat sejumlah pasal, jangan sampai membunuh niat baik kita untuk mengatasi permasalahan itu.
“Lahirnya Permendikbudristek tidak lepas dari tingginya angka kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Ada semacam fenomena gunung es kasus kekerasan seksual. Terlihat kecil di ujung tapi meninggalkan rongga yang begitu besar di bawah,” paparnya.
Lebih lanjut Andri menegaskan, hal itu disebabkan ada trauma dan luka dan ketakutan korban untuk melaporkan. Apalagi ada stigma sosial bahwa korban kekerasan seksual akan sulit untuk kembali ke komunitas sosial karena sudah ternodai.
“Ini makanya harus dilindungi, dibuatkan payung hukumnya. Karena memang selama ini berkembang culture of silent. Seolah-olah kita memaklumi bahwa daripada menceritakan apa yang dialami lebih baik diam saja. Selain itu, perlu sebuah sanksi yang jelas dan teratur terhadap pelaku,” tegas Andri.
Dalam diskusi itu Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Tangerang itu tidak menampik bahwa ada kontra terhadap Permendikbudristek tersebut. Terlebih adanya ‘frasa’ persetujuan khususnya di pasal 5. Namun terlepas dari itu, katanya dirinya meyakini semua dalam satu framing untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual.
“Judul dari Permendikbudristek itu adalah pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Hal itu merupakan upaya preventif dari Kemendikbudristek untuk menjawab permasalahan terjadinya tindak kekerasan seksual di kampus. ” imbuh politikus itu.
Dia menerangkan Permendikbudristek bukan saja pasal 5, sebab seluruhnya ada 58 pasal. Tapi apakah ini dikatakan frasa pelegalan zina seperti yang dikhawatirkan? Kalau bicara konstruksi hukum dan berbicara urutan hukum, Permendikbudkan tidak mungkin bertentangan dengan UU di atasnya. Dan kalau pun ada kesepakatan (aktivitas seksual) dari perempuan, belum tentu juga perempuan korbannya, karena banyak juga laki-laki, demikian dikatakan Andri.
“Saya menegaskan, jangan sampai karena satu pasal kontroversial malah menghilangkan pasal lainnya,” tutupnya. Turut hadir dalam kegiatan Diskusi Publik tersebut pengurus DPP PKS Nurul Amaliah. (RED).
729 kali dilihat, 2 kali dilihat hari ini