Akar Bhumi Indonesia Terima Aduan Nelayan, Reklamasi Rhabayu Green 2 Diduga Cemari Sungai Langkai dan Rusak Mangrove

oleh -75 Dilihat
oleh
banner 468x60

BATAM, Cybernewsnasional.com – Kegiatan reklamasi di kawasan hulu Sungai Langkai, Kecamatan Bulang, Kota Batam, yang diduga dilakukan oleh PT Bayu Pariama Batam (Rhabayu Group) untuk pembangunan Perumahan Rhabayu Green 2 dan 3 di Kelurahan Sei Pelunggut, Kecamatan Sagulung, menuai protes keras dari masyarakat pesisir. Reklamasi tersebut disinyalir menyebabkan pencemaran perairan, pendangkalan sungai, serta penurunan signifikan hasil tangkapan nelayan di Pulau Labu, Pulau Buluh, Pulau Air, dan pulau-pulau sekitarnya.

Tokoh masyarakat Pulau Labu, Subur (45), menyatakan bahwa reklamasi dilakukan tanpa pelibatan masyarakat pesisir yang selama ini bergantung pada sungai dan laut sebagai sumber penghidupan. Ia mempertanyakan kejelasan perizinan, termasuk penerbitan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam serta status kepemilikan lahan di area yang direklamasi.

banner 336x280

“Kami hidup dari laut dan sungai. Sekarang air keruh, mangrove rusak, dan hasil tangkapan menurun. Sejak awal masyarakat tidak pernah diajak bicara,” ujar Subur.

Keluhan serupa disampaikan Muhammad Safit (49), Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Kelautan dan Perikanan Kecamatan Bulang. Ia menyebut sekitar 300 nelayan aktif terdampak langsung akibat meningkatnya kekeruhan air dan sedimentasi di Sungai Langkai serta perairan pesisir sekitarnya.

Menurut Safit, Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Langkai selama ini merupakan ruang tangkap nelayan tradisional yang dijaga secara kolektif melalui program penanaman dan pemulihan lingkungan. Namun, upaya tersebut kini terancam akibat reklamasi yang diduga dilakukan tanpa pengamanan sedimentasi, sehingga lumpur masuk langsung ke sungai dan laut.

Sementara itu, Mahendra (32), Ketua Bulang Perkasa sekaligus nelayan Kelurahan Batu Legong, mengungkapkan bahwa material tanah reklamasi diduga berasal dari aktivitas pemotongan bukit di sekitar jalur pipa PGN. Ia juga menyebut area yang direklamasi sebelumnya merupakan kawasan mangrove yang masih berfungsi secara alami sebagai penyangga ekosistem pesisir.

Hasil penelusuran NGO Akar Bhumi Indonesia (ABI) yang mendampingi masyarakat pesisir menunjukkan bahwa reklamasi dilakukan di kawasan mangrove dengan kondisi vegetasi yang masih baik dan beragam. Pendiri ABI, Hendrik Hermawan, kepada awak media pada Senin (22/12/2025) menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan peninjauan lapangan dan tidak menemukan adanya upaya pengendalian dampak lingkungan, seperti pemasangan pengaman sedimentasi.

“Kerusakan mangrove di satu titik berpotensi menyebar mengikuti arus laut dan berdampak luas terhadap biota laut serta mata pencaharian nelayan,” tegas Hendrik.

ABI juga menyoroti dugaan pelanggaran terhadap sejumlah regulasi, antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.

Selain itu, lokasi reklamasi disebut berdekatan dengan kawasan Hutan Lindung Sei Pelunggut yang masih memiliki keanekaragaman hayati tinggi, termasuk burung, kera, berbagai satwa liar, hingga keberadaan buaya di sekitar aliran sungai.

Masyarakat pesisir Kecamatan Bulang mendesak penghentian sementara kegiatan reklamasi, keterbukaan dokumen perizinan dan AMDAL, pelibatan masyarakat terdampak, serta pemulihan ekosistem mangrove dan sungai yang diduga telah mengalami kerusakan.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Bayu Pariama Batam (Rhabayu Group) maupun BP Batam belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan tersebut. Awak media masih berupaya memperoleh konfirmasi dari pihak-pihak terkait.

***(Sihombing)***

banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.