Akhar Bumi Indonesia Terima Aduan Nelayan, Reklamasi Rhabayu Green 2 Diduga Cemari Sungai Langkai

oleh -104 Dilihat
oleh
banner 468x60

BATAM, Cybernewsnasional.com – Kegiatan reklamasi di kawasan hulu Sungai Langkai, Kecamatan Bulang, Kota Batam, yang diduga dilakukan oleh PT Bayu Pariama Batam (Rhabayu Group) untuk pembangunan Perumahan Rhabayu Green 2 dan 3 di kelurahan sei pelunggut, Sagulung menuai protes masyarakat pesisir. Reklamasi tersebut disinyalir menyebabkan pencemaran perairan, pendangkalan sungai, serta penurunan hasil tangkapan nelayan di Pulau Labu, Pulau Buluh, Pulau Air, dan pulau-pulau sekitarnya.

Tokoh masyarakat Pulau Labu, Subur (45), mengatakan reklamasi dilakukan tanpa pelibatan masyarakat pesisir. Ia mempertanyakan kejelasan perizinan, termasuk penerbitan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam dan status kepemilikan lahan di area yang direklamasi. “Kami hidup dari laut dan sungai. Sekarang air keruh, mangrove rusak, dan hasil tangkapan menurun. Sejak awal masyarakat tidak pernah diajak bicara,” ujarnya.

banner 336x280

Keluhan serupa disampaikan Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Bulang, Muhammad Safit (49). Ia menyebut sekitar 300 nelayan aktif terdampak langsung akibat meningkatnya kekeruhan air dan sedimentasi di sungai serta perairan pesisir. Menurutnya, Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Langkai selama ini merupakan ruang tangkap nelayan tradisional yang dijaga bersama melalui program penanaman dan pemulihan, namun kini terancam akibat reklamasi yang diduga dilakukan tanpa pengamanan sedimentasi sehingga lumpur masuk langsung ke sungai dan laut.

Sementara itu, Mahendra (32), Ketua Bulang Perkasa sekaligus nelayan Kelurahan Batu Legong, mengungkapkan bahwa material tanah reklamasi diduga berasal dari aktivitas pemotongan bukit di sekitar jalur pipa PGN. Ia juga menyebut kawasan yang direklamasi sebelumnya merupakan area mangrove yang masih berfungsi alami.

Hasil penelusuran NGO Akar Bhumi Indonesia (ABI) yang mendampingi masyarakat menunjukkan reklamasi dilakukan di kawasan mangrove dengan kondisi vegetasi yang masih baik dan beragam. Pendiri ABI, Hendrik Hermawan kepada awak media pada senin (22-12-2025) menyatakan pihaknya melakukan peninjauan lapangan dan tidak menemukan upaya pengendalian dampak lingkungan seperti pemasangan pengaman sedimentasi. Menurutnya, kerusakan mangrove di satu titik berpotensi menyebar mengikuti arus laut dan berdampak luas terhadap biota laut.

ABI juga menyoroti dugaan pelanggaran terhadap sejumlah regulasi, antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Selain itu, lokasi reklamasi disebut berdekatan dengan kawasan Hutan Lindung Sei Pelunggut yang masih memiliki keanekaragaman hayati tinggi, termasuk burung, kera, satwa liar, hingga keberadaan buaya di sekitar aliran sungai.

Masyarakat pesisir Kecamatan Bulang mendesak penghentian sementara kegiatan reklamasi, keterbukaan dokumen perizinan dan AMDAL, pelibatan masyarakat terdampak, serta pemulihan ekosistem mangrove dan sungai yang telah rusak. Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan maupun BP Batam belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan tersebut, awak media masih berupaya memperoleh konfirmasi dari pihak-pihak terkait.

***(Sihombing)***

banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.