CIANJUR, Cybernewsnasional.com – Hujan deras yang mengguyur kawasan Gunung Padang sejak siang hingga malam hari tak sedikit pun menyurutkan semangat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jakarta untuk tetap menggelar pentas budaya di situs prasejarah terbesar di Asia Tenggara tersebut, Kamis malam (4/12/2025). Meski lokasi acara dialihkan dari ruang terbuka ke Pendopo Gunung Padang, seluruh rangkaian pertunjukan tetap berlangsung khidmat, hangat, dan sarat makna.
Pagelaran dibuka dengan alunan Sape dari grup SlarasBudaya yang dimainkan oleh Ghodiel Sapeq bersama Arke Nurdjatni Soedjatno. Denting instrumen khas Dayak itu segera menghadirkan nuansa sakral dan mengikat perhatian para tamu, seolah menyatukan alam, sejarah, dan jiwa dalam satu harmoni.

Keindahan berlanjut lewat Tari Bedhoyo Nawasena, karya Perkumpulan Arkamaya Sukma ciptaan Martini Brenda, dengan iringan musik Lumbini Tri Hasto. Tujuh penari—Lina Agung, Ragil Endang Srimulyani, Elisabeth Kusuma Indreswari, Ipung Purwanti, Martini Brenda, Mustika Handayani, dan Tiana Poesponegoro Soeharto—menyuguhkan gerak lembut penuh daya spiritual, menyampaikan pesan keselamatan serta harapan bagi masa depan bangsa.
Suasana kian hangat saat Komunitas SlarasBudaya menampilkan Tari Rejang Sari karya I Ketut Rena. Tarian yang dibawakan oleh Grantyartha, Nurmadelina, Sri Utami P., Anna Diani Nari Ratih, Laras Kusumadewi, Susan Indahwati, Winedari Wiyono, Pritha Nandini, dan Arke Nurdjatni Soedjatno ini menegaskan nilai ketulusan, persaudaraan, dan kesetaraan dalam kebersamaan.

Penanggung jawab kegiatan, Dar Edi Yoga, menegaskan bahwa perubahan lokasi akibat cuaca ekstrem tidak mengurangi esensi kegiatan.
“Ini bukan sekadar pentas seni, tetapi ikhtiar merawat kebudayaan sekaligus meneguhkan jati diri bangsa. Menghadirkan seni di Gunung Padang adalah cara menghormati sejarah dan leluhur,” ujarnya.
Apresiasi juga disampaikan Ali Akbar, Ketua Tim Penelitian dan Pemulihan Situs Megalitik Gunung Padang. Ia menilai kegiatan tersebut sebagai bentuk nyata sinergi antara budaya, sejarah, dan kesadaran publik.
“Pagelaran seni di ruang bersejarah seperti Gunung Padang bukan hanya memperkaya pengalaman budaya, tetapi juga menguatkan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan peradaban,” katanya.
Di tengah suasana pendopo yang lebih intim, setiap alunan musik dan gerak tari terasa semakin menyentuh. Ketua Panitia Rudolf Simbolon, didampingi Rosy Maharani, menyebut antusiasme peserta justru kian menguat.
“Kedekatan ruang menciptakan kedekatan batin. Semua terasa lebih menyatu,” ungkapnya.
Pagelaran yang didukung Oval Advertising dan Pertamina Hulu Indonesia ini menjadi bukti bahwa api pelestarian budaya tetap menyala dalam kondisi apa pun. Gunung Padang kembali menjadi ruang perjumpaan antara sejarah, seni, spiritualitas, dan keberagaman Nusantara.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Laksma TNI (Purn) Darbagus J.P, Romo Kolonel (Purn) Yos Bintoro, Pr., Romo Hubert CJD, Kolonel Laut (KH) Pundjung, praktisi spiritual Cahaya Adi Wibowo, Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Wartawan PWI Pusat Anrico Pasaribu, anggota Dewan Pakar PWI Pusat Raldy Doy, Sekretaris PWI Jaya Arman Suparman, Wakil Ketua Bidang Kerja Sama PWI Jaya Tubagus Adhi, serta jajaran pengurus PWI Pusat dan PWI Jaya.
Pentas budaya ini kembali meneguhkan pesan bahwa seni adalah cahaya yang menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan—dipersembahkan sepenuh hati untuk Indonesia.
***(WS)***












