Kenaikan UM 2026 Masih Gelap: Regulasi Tak Kunjung Terbit, Menaker Dinilai Gagal Jaga Kepastian bagi Buruh dan Dunia Usaha

oleh -735 Dilihat
oleh
Timboel Siregar
banner 468x60

JAKARTA, Cybernewsnasional.com -Ketidakpastian penetapan Upah Minimum (UM) tahun 2026 memasuki fase yang mengkhawatirkan. Hingga pertengahan November, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) belum juga menerbitkan regulasi sebagai dasar penetapan UM 2026, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.

Padahal, PP 36 Tahun 2021 jelas mewajibkan Gubernur menetapkan UM Provinsi paling lambat 21 November, serta UM Kabupaten/Kota paling lambat 1 Desember 2025 untuk diberlakukan mulai 1 Januari 2026. Namun, aturan teknis sebagai landasan hukum sampai hari ini masih nihil.

banner 336x280

Timboel Siregar menilai ketiadaan regulasi tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah, khususnya Kemnaker, tidak serius dalam menyelesaikan persoalan klasik terkait kenaikan upah. Ia mengingatkan bahwa proses kenaikan UM 2025 pun tidak transparan dan tidak mengikuti mekanisme regulasi.

“Tahun lalu tiba-tiba Presiden menyatakan kenaikan 6,5%, lalu Kemnaker membuat Permenaker yang mengadopsi angka itu dan diterapkan seragam di seluruh provinsi. Ini bukan proses penetapan upah yang sehat,” tegas Timboel

Kekhawatiran terbesar adalah jika pemerintah kembali menunggu pernyataan Presiden sebagai acuan tunggal dalam menentukan kenaikan UM 2026. Menurut Timboel, hal itu memunculkan sejumlah masalah serius:

1. Proses tanpa dasar regulasi jelas.
Penetapan UM seharusnya berlandaskan peraturan, bukan sekadar ucapan Presiden.

2. Ketidakadilan antarprovinsi.
Penerapan angka seragam 6,5% pada 2025 membuat pekerja di provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tinggi—seperti Maluku Utara yang mencatat PDRB triwulan I 2025 mencapai 34,58%—justru dirugikan.

3. Amanat MK soal KHL diabaikan.
Putusan MK mewajibkan penerapan Komponen Hidup Layak (KHL) yang sudah diatur dalam Permenaker 18/2020, namun hingga kini tidak dijalankan.

4. Peran Dewan Pengupahan Daerah (DPD) terpinggirkan.
Putusan MK 168 mengamanatkan keterlibatan DPD, namun pemerintah tidak menunjukkan itikad melaksanakannya dalam pembahasan UM 2026.

Ketidakpastian ini menimbulkan kegelisahan tidak hanya bagi pekerja, tetapi juga bagi perusahaan. UM 2026 menjadi dasar penyusunan anggaran biaya tenaga kerja, yang berpengaruh besar pada perhitungan harga barang dan jasa tahun depan.

Bagi pekerja, situasi ini semakin menekan di tengah tingginya inflasi kebutuhan pangan dan biaya hidup. Daya beli pekerja terancam turun, yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan keluarga buruh.

Tanpa regulasi yang jelas, Timboel memperingatkan potensi membesarnya gugatan terhadap penetapan UM 2026 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kegaduhan publik pun diprediksi akan meningkat, berupa demonstrasi maupun ketidakstabilan hubungan industrial.

“Keterlambatan ini adalah bentuk kegagalan Menaker menyelesaikan masalah UM 2026. Ini sudah tahun kedua Menaker menciptakan ketidakpastian yang merugikan,” kritik Timboel.

Ia bahkan menegaskan bahwa Presiden harus mengevaluasi Menaker karena potensi keributan semakin besar dan dapat berdampak pada stabilitas ekonomi maupun iklim ketenagakerjaan nasional.

Catatan : Timboel Siregar
Pinang Ranti, 18/11/2025.

***(Red)***

 

banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.