Timboel Siregar Kritik Keras Menkes Budi: BPJS Kesehatan Bukan Hanya untuk Orang Miskin

oleh -349 Dilihat
oleh
Timboel Siregar
banner 468x60

JAKARTA, Cybernewsnasional.com – Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, menyesalkan pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang mengusulkan agar layanan BPJS Kesehatan hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin, sementara masyarakat mampu diarahkan menggunakan asuransi swasta.

Menurut Timboel, pernyataan itu justru menunjukkan ketidakpahaman Menkes terhadap amanat konstitusi. “Sekelas Menkes saja sudah mendikotomikan antara rakyat miskin dan orang kaya. Ini bukti bahwa beliau tidak paham konstitusi,” tegas Timboel dalam keterangan persnya, Jumat (14/11/2025).

banner 336x280

Ia mengingatkan bahwa Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Sementara Pasal 4 huruf (a) UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menegaskan prinsip kegotongroyongan.

“Jelas orang kaya ikut gotong royong, artinya ikut jadi peserta BPJS. Kalau orang kaya mau punya asuransi swasta silakan, tapi jangan mendikotomikan rakyat seperti itu,” ujarnya.

Timboel juga menegaskan bahwa Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan bahwa seluruh rakyat Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan, tanpa terkecuali.

Pernyataan Menkes Budi Gunadi Sadikin sebelumnya disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (13/11/2025). Budi menyebut BPJS Kesehatan sebaiknya fokus pada masyarakat kelas bawah, sementara masyarakat kaya bisa menggunakan layanan swasta. Hal ini dinilai sebagai upaya menjaga keberlanjutan (sustainability) layanan BPJS Kesehatan.

“Kita ingin mekanisme iuran dibuat seefisien mungkin. BPJS fokus di bawah saja. Yang kaya-kaya tidak usah di-cover BPJS, biar diambil swasta,” kata Budi.

Budi mengungkapkan bahwa kondisi keuangan BPJS Kesehatan kerap mengalami defisit. Berdasarkan data Kemenkes, BPJS hanya mencatatkan surplus pada 2016, 2019, 2020, 2021, dan 2022. Pada 2023, misalnya, pendapatan iuran mencapai Rp151,7 triliun, sementara beban JKN yang harus dibayarkan Rp158,9 triliun. Tren serupa terjadi pada 2024, dengan pendapatan Rp165,3 triliun dan beban Rp175,1 triliun.

Selain itu, ketidaktepatan sasaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) semakin memperburuk situasi. Menkes mengungkap adanya masyarakat berpenghasilan hingga Rp100 juta per bulan yang justru masuk kategori PBI berdasarkan data DTSEN.

Dari data tersebut, 51% peserta BPJS Kesehatan iurannya ditanggung pemerintah, baik untuk PBI maupun peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Jumlah masyarakat yang tergolong PBI mencapai 96,8 juta jiwa atau 34% dari total penduduk.

“Desil 9–10 pendapatannya Rp100 juta sebulan ke atas, ngapain juga dibayarin PBI-nya,” ujar Budi.

Pernyataan Menkes ini sontak menuai kritik luas, termasuk dari BPJS Watch yang menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip jaminan sosial nasional yang inklusif dan berkeadilan.

***(Red)***

banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.