JAKARTA, Cybernewsnasional.com – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya bersama Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Provinsi DKI Jakarta menggelar kegiatan Literasi Media dan Jurnalistik yang menghadirkan sekitar 75 anggota MKKS SMK se-DKI Jakarta. Kegiatan ini berlangsung di SMKN 8 Jakarta, Pejaten Raya, Pasar Minggu, pada Kamis (13/11/2025).
Ketua MKKS SMK DKI Jakarta, Darminto, M.Par, menegaskan bahwa kegiatan ini sangat penting untuk memperkuat pemahaman para kepala sekolah terhadap dunia pers dan informasi publik.
“Kami menggandeng PWI Jaya karena para kepala sekolah perlu memahami bagaimana dunia kewartawanan bekerja, termasuk bagaimana menghadapi wartawan secara profesional,” kata Darminto.
Kegiatan ini menghadirkan Ketua PWI Jaya, Kesit B Handoyo, dan Sekretaris PWI Jaya, Arman Suparman, sebagai narasumber utama. Diskusi dibuka secara resmi oleh Ningtias Safitri, Kepala Seksi Kelembagaan dan Sumber Belajar Bidang SMK, Kursus, dan Pelatihan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.
Suasana diskusi berlangsung hidup selama tiga jam. Antusiasme peserta tampak dari banyaknya pertanyaan seputar cara membedakan wartawan profesional dengan oknum yang mengatasnamakan media hanya untuk mencari keuntungan pribadi.
Salah satu anggota MKKS, Andrianto, bahkan mengungkapkan pengalaman tidak menyenangkan saat didatangi seseorang yang mengaku wartawan dan berakhir dengan pelaporan ke pengadilan negeri.
“Kami pernah dipanggil ke pengadilan karena tidak memberikan jawaban yang memuaskan mereka terkait anggaran sekolah. Padahal kami sudah menjawab sesuai prosedur,” ungkapnya.
Mendengar kisah tersebut, Kesit dan Arman menunjukkan keheranan mendalam.
“Ini pertama kalinya kami mendengar wartawan melaporkan narasumbernya hanya karena tidak puas dengan jawaban. Itu tidak dibenarkan dalam dunia jurnalistik. Wartawan tidak boleh memaksa, apalagi memeras. Semua kerja-kerja wartawan dipayungi Kode Etik Jurnalistik,” tegas Kesit.
Arman Suparman menambahkan bahwa kasus tersebut perlu dikaji lebih lanjut.
“Jika ada kronologi lengkapnya, termasuk lokasi pengadilan dan waktunya, ini bisa jadi bahan diskusi internal di PWI. Secara hukum, itu sangat janggal,” ujarnya.
Di akhir kegiatan, Darminto menyampaikan apresiasi kepada PWI Jaya karena literasi yang diberikan dinilai sangat membuka wawasan para kepala sekolah.
“Dari sini kami jadi memahami perbedaan antara media pers dan media sosial, serta bagaimana wartawan menjalankan fungsi jurnalistik yang sebenarnya. Semoga kolaborasi seperti ini terus berlanjut,” tutup Darminto.
***(WS)***














